Peristiwa kelam Bom Bali I telah terjadi 19 tahun yang lalu, namun masih menyisakan banyak permasalahan.

Jamaah Islamiyah (JI) telah terbukti dan mengakui bertanggungjawab atas peristiwa yang menewaskan 202 orang itu. Bom seberat kurang-lebih 1 ton itu berkekuatan luar biasa sehingga disinyalir banyak pihak menggunakan bahan peledak dari luar negeri. Beberapa analis militer juga menyatakan bahwa Bom Bali I mempunyai daya ledak tinggi yang setara dengan bom militer di luar negeri. Selain itu, banyak orang masih mempertanyakan pendanaan Bom Bali dan juga bom-bom teroris lain di Indonesia.

Tidak diragukan lagi bahwa JI adalah organisasi teroris paling berbahaya di Indonesia. Selain sebagai gerakan Islam radikal yang mempunyai jaringan luar negeri paling luas, JI juga dipercaya oleh Osama bin Laden sebagai perwakilan Al-Qaeda di Asia Tenggara. Selain mempunyai banyak alumni-alumni Akademi Militer Harby Pohantun Afghanistan hingga beberapa angkatan pemberangkatan, banyak anggota JI juga mempunyai pengalaman perang di Kamp Hudaibiyah Mindanao, Filipina.

Itu semua membuktikan bahwa secara organisasi, struktur JI adalah paling rapi diantara organisasi-organisasi radikal di Indonesia. Akhir-akhir ini, walaupun beberapa kali berganti pimpinan dan anggota yang porak-poranda karena ditangkap oleh aparat pemerintah, JI tetap bisa bangkit dan tetap eksis sebagai gerakan bawah tanah.

JI terbukti mempunyai jaringan yang luas baik dalam negeri maupun luar negeri. Dengan konsep Negara Islam Indonesia Raya, JI membagi wilayah Asia Tenggara menjadi 3 mantiqi yang meliputi wilayah Singapura, Malaysia, Indonesia, Filipina, Thailand, dan Brunei. Di bawah mantiqi-mantiqi itu kemudian masih dibagi ke wilayah-wilayah lebih kecil yaitu Wakalah, Khatibah, Qirdas, dan Fiah.

Dengan wilayah yang sedemikian luas, JI tidak hanya mempunyai anggota yang tersebar di berbagai wilayah tersebut, tapi juga program kerja di berbagai wilayah di atas. Beberapa kasus terbukti bahwa anggota JI tidak hanya tertangkap di Indonesia, tapi juga di Malaysia, Singapura, dan Filipina. Namun yang paling penting adalah bahwa mereka juga dibekali keahlian untuk dakwah sekaligus mencari dukungan dana dari masyarakat. Beberapa kasus juga terbukti bahwa anggota JI melakukan perampokan toko emas dan bank untuk pendanaannya.

Dana Jihad Asia Tenggara

Panglima Asykari (tentara) Jamaah Islamiyah, Zulkarnaen (aka. Daud, Aris Sumarsono, Zainal Arifin), mengaku mempersiapkan Bom Bali dengan matang. Hal itu dimulai dengan membuat tim khos (khusus) yang terdiri dari para alumni Afghanistan dan beberapa alumni Mindanao. Tim inilah yang mempersiapkan segala hal untuk Bom Bali termasuk pendanaannya.

Sebagai Al-Qaeda perwakilan Asia Tenggara, JI sendiri banyak mendapatkan bantuan dana dari Al-Qaeda untuk amaliyah jihad di Asia Tenggara. Dalam beberap sidang, terdakwa terorisme Bom Bali I seperti Umar Patek (aka. Umar Arab) dan Ali Imron (aka. Alik) mengakui bahwa Bom Bali I mendapatkan bantuan dari Osama bin Laden sebesar 30.000 USD. Mukhlas (aka. Ali Ghufron), pelaku bom Bali I, menerima langsung dana tersebut dari Osama dalam kunjungannya ke Kandahar, Afghanistan. Sebuah sumber juga menyebutkan bahwa Mukhlas menerima dana sejumlah 27.500 USD dari Wan Min Qan Mat (Thailand).

Dana itu kemudian digunakan untuk berbagai kepentingan Bom Bali. Diantaranya untuk membeli mobil L300, 2 buah motor, bahan peledak, dan lain-lain. Analisa menyebutkan bahwa untuk membuat Bom Bali I sedahsyat itu diperlukan kurang lebih 1 ton bahan peledak. Beberapa pelaku pun mengonfirmasi bahwa bahan peledak termasuk Amonium Nitrat (NH4-NO3) dibeli di Surabaya.

Ali Imron (Alik), pelaku Bom Bali I dan dihukum seumur hidup, menegaskan bahwa untuk kepentingan Bom Bali I hanya menghabiskan dana sekitar 160 juta. Sisa dananya digunakan untuk kegiatan amaliyah JI yang lain dan untuk membantu keluarga narapidana anggota JI.

Sebuah penelitian juga menyebutkan bahwa dalam kurun waktu 1996 hingga 2001, JI juga menerima sekitar 200.000 USD melalui Omar al-Faruq untuk kepentingan jihad di Asia Tenggara. Dalam konteks ini, penghubung JI ke Al-Qaeda yang paling berperan adalah Hambali (aka. Riduan Isamuddin). Sumber yang sama juga menyebutkan bahwa JI melalui Hambali menerima 100.000 USD untuk kepentingan Bom Bali II. Dana-dana itulah yang digunakan untuk kepentingan amaliyah jihad JI pada periode itu. Sangat mungkin dana tersebut banyak digunakan oleh Dr. Azahari Husin dan Noordin M. Top untuk beberapa aksi terorisme seperti Bom Marriott (2003), Bom Kedutaan Besar Australia (2004), dan Bom Bali II (2005).

Pendanaan JI ini juga berkaitan dengan sistem rekrutmen organisasi. Harus diakui bahwa secara organisasi, JI adalah organisasi teroris yang paling terstruktur dan rapi. Rekrutmen anggota di berbagai wilayah ini yang juga berpengaruh terhadap pembiayaan dana operasional kelompok. Sebenarnya, pendanaan JI periode-periode ini tidak hanya disokong oleh Al-Qaeda, namun juga dari lembaga kemanusiaan nasional yaitu Komite Aksi Penanggulangan Akibat Krisis (KOMPAK), iuran anggota, dan juga bisnis (anggota) JI.

Pendanaan Jamaah Islamiyah Kontemporer

Sebagai organisasi “modern”, JI masih terus eksis hingga kini. Walaupun beberapa kali amirnya (pemimpinnya) ditangkap, regenerasi JI terus berjalan dengan baik.

Secara organisasi, Nasir Abas, mantan ketua Mantiqi III Jamaah Islamiyah, menegaskan bahwa JI mengalami banyak perubahan struktur karena banyak anggota yang tertangkap dan sebagian lain karena perpecahan di dalamnya, khususnya JI di bawah kepemimpinan Para Widjayanto.

Rekrutmen anggota baru juga terus berjalan. Rekrutmen anggota dari berbagai elemen masyarakat ini memungkinkan JI untuk mendapatkan SDM yang cukup bagus di masyarakat, tapi juga sumber dana potensial. Tidak jarang JI mendekati tokoh-tokoh Muslim yang potensial yang mempunyai pengaruh di masyarakat sehingga rekrutmen bisa lebih mudah.

Nasir Abas menegaskan bahwa JI memanfaatkan dan juga membentuk badan-badan amal untuk menarik simpati pemerintah. Dengan dalih kemanusian, badan-badan amal ini mudah untuk mendapatkan dana dari masyarakat umum dan digunakan untuk kepentingan organisasi JI.

Salah satunya adalah pendirian Lembaga Amil Zakat Abdurrohman bin Auf (LAZ ABA) yang memiliki lebih dari 20.000 kotak amal di hampir seluruh wilayah Indonesia. IPAC Report menyebutkan bahwa 6.000 kotak amal diantaranya tersebar di Lampung. Hal ini terkuak seiring dengan ditangkapnya Zulkarnaen di akhir 2020 lalu. Dengan kotak amal itu bahkan LAZ ABA bisa mengakumulasi dana 27 M dan 24 M secara berurutan di tahun 2018 dan 2019.

Yayasan Syam Organizer juga diduga sebagai jaringan amal JI. Penangkapan beberapa terduga teroris beberapa bulan yang lalu terkait dengan penggalangan dana melalui lembaga amal kemanusiaan ini. Hal ini cukup mengawatirkan karena banyak masyarakat tidak mengetahui penggunaan dana tersebut.

Selain itu, diduga dukungan finansial dari jaringan luar negeri juga masih cukup lancar. Akhir-akhir ini Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mendeteksi adanya 5.000 transfer keuangan yang mencurigakan. PPATK menduga bahwa sebagian dari transfer itu berkaitan dengan kegiatan terorisme di Indonesia. Hal ini tidak bisa dipungkiri karena terorisme tidak hanya fenomena lokal, tapi global.

Dalam konteks kekinian, kemenangan kelompok Taliban di Afghanistan dikhawatirkan berpengaruh terhadap keberadaan JI di Indonesia. Sebab sejak perang Afghanistan-Uni Soviet 1979-1989, JI telah banyak berhubungan dengan mujahidin Afghanistan. Kemenangan Taliban di Afghanistan memang tidak secara langsung berpengaruh terhadap radikalisme di Indonesia, tapi amat mungkin membangkitkan semangat JI untuk mendirikan negara Islam sebagaimana di Afghanistan. Semoga masalah pendanaan dan perkembangan jaringan JI kontemporer ini menyadarkan pemerintah untuk lebih waspada terhadap maraknya ekstremisme di Indonesia.

(Jogja,18/10/2021)

Muhammad Wildan

Dosen & Peneliti Senior Pusat Studi CISForm

UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Referensi:

Arianti. V., “Jemaah Islamiyah’s Hierarchical Structure” in Counter Terrorist Trends and Analyses, Vol. 13, No. 3 (June 2021), pp. 15-21.
ICG Asia Report No. 147, Indonesia: Jemaah Islamiyah’s Publishing Industry, 28 February 2008.
IPAC Report No. 73, The Impact Of The Taliban Victory On Indonesia’s Jemaah Islamiyah,7 September 2021.
Laksmi, Sylvia Windya, Dinamika Pendanaan Organisasi Teror: Analisis Perubahan Pendanaan Terorisme di Indonesia. Tesis di Universitas Indonesia, 2012.
Wawancara langsung dengan Ali Imron via media sosial 15 Oktober 2021.
www.eastasiaforum.org/2020/03/17/extremist-charities-spread-in-indonesia/#more-239403

Tipe Blog

Pendekatan

Topik